Kamis, 03 Mei 2012

Aliran Karya Sastra


1. Aliran Realisme ialah aliran yang mengemukakan kenyataan. Aliran realisme bersifat objektif. Dalam hal ini, pengarang melukiskan dunia kenyataan apa adanya. Segala-galanya digambarkan seperti apa yang tampak, tak kurang tak lebih. Rasa simpati dan antipati pengarang terhadap obek yang dilukiskannya tidak disertakan dalam karangan ini.
2.  Aliran Ekspresionisme,  adalah aliran yang melukiskan hal yang bergejolak dalam jiwa pengarang. Pengarang ekspresionisme menyatakan perasaan cinta, benci, rasa kemanusiaan,  dan rasa ketuhanannya yang tersimpan di dalam dada. Bagi pengarang ekspresionisme,  alam hanyalah alat untuk menyatakan pengertian yang lebih tentang manusia yang hidup. Seniman ekspresionistis mengeluarkan rasa yang menyesak padat di dalam kalbunya dengan tak memerlukan rangsangan dari luar. Sifat lukisannya subyektif. Pernyataan jiwa sendiri ini terutama dinyatakan dengan bentuk puisi karena puisi adalah alat utama pujangga sastra untuk melukiskan perasaannya. Sajak-sajak Chairil Anwar kebanyakan ekspresionistik sifatnya.
3.  Aliran Naturalisme adalah aliran yang melukiskan keadaan yang sebenarnya, sering cenderung kepada lukisan yang buruk, karena ingin memberikan gambaran nyata tentang kebenaran. Untuk melukiskan kejelekan masyarakat, pengarang naturalis tidak segan-segan melukiskan kemesuman. Emelia Zola seorang pengarang naturalis Perancis yang paling besar di zamannya.  Sering lukisannya dianggap melampaui batas kesopanan sehingga seolah-olah tidak ada lagi batas-batas ukuran susila dan ketuhanan padanya.
4.  Aliran Determinisme ialah cabang aliran naturalisme, bisa diartikan ‘paksaan nasib’. Tetapi bukan nasib yang ditentukan oleh keadaan masyarakat sekitar seperti kemiskinan, penyakit, penyakit keturunan, kesukaran akibat peperangan, dan sebagainya. Yang menjadi persoalan dalam karangan-karangan aliran ini ialah penderitaan seseorang: jahatkah, melaratkah, menderita karena penyakit keturunan, bukan karena Tuhan sudah menakdirkan dia harus hidup demikian, melainkan sebagai akibat masyarakat yang bobrok. Masyarakat yang bobroklah yang melahirkan manusia-manusia seperti itu. Cara pengarang melukiskan cerita juga naturalistic.
5. Aliran Impresionisme adalah aliran yang melukiskan kembali kesan atas sesuatu yang dilihatnya. Kesan itu biasanya kesan sepintas lalu. Pengarang tidak akan melukiskannya sampai mendetail, sampai kepada yang sekecil-kecilnya seperti dalam aliran realisme atau naturalisme.
6. Aliran romantic adalah aliran yang mengutamakan rasa. Pengarang romantis mengandalkan daya hayal. Lukisannya indah membawa pembaca ke alam mimpi. Yang dilukiskannya mungkin saja terjadi, tetapi semua dilukiskan dengan mengutamakan keharuan rasa para pembaca. Bila seseorang berada dalam keadaan gembira, maka suasana sekitarnya harus pula memperlihatkan suasana yang serba gembira, hidup, berseri-seri. Demikian juga sebaliknya. Kata-katanya pilihan dengan perbandingan-perbandingan yang  muluk-muluk. Aliran romantic terbagi pula atas aktif romantic dan pasif romantic. Dinamakan aktif romantic apabila lukisannya menimbulkan semangat untuk berjuang, mendorong keinginan untuk maju. Dinamakan pasif romantic, apabila lukisannya berkhayal-khayal, bersedih-sedih, melemahkan semangat perjuangan.
7.  Aliran Idealisme ialah aliran romantic yang didasarkan pada ide pengarang semata-mata. Pengarang memandang ke masa yang dapat memberikan bahagia kepadanya atau kepada nusa dan bangsanya. Seolah-olah pengarang seorang juru ramal yang merasa bahwa ramalannya (fantasinya) pasti atau sekurang-kurangnya mungkin terjadi.
8.  Aliran Mistisisme adalah aliran dalam sastra yang bernapaskan rasa ketuhanan. Pengarang selalu mencari dan mendekatkan dirinya kepada Zat Yang Mahatinggi. Aliran ini melahirkan ciptaan yang didasarkan pada ketuhanan, pada filsafat, dan alam gaib. Contohnya dapat dilihat pada karangan-karangan Hamzah Fansuri (pujangga lama), Amir Hamzah (Pujangga baru), Taslim Ali (Angkatan 45).
9.  Aliran surealisme adalah aliran sastra yang melukiskan realitas bercampur angan-angan. Di dalamnya ada pernyataan jiwa, pemasakan dalam jiwa. Kalau dalam film semua hal (gerak-gerik, suara, musik, pemandangan) dapat dinyatakan serentak, maka di dalam tulisan, hal-hal seperti itu harus dinyatakan satu demi satu. Itu sebabnya, lukisan tampak melompat-lompat dari yang satu kepada yang lain, justru untuk menyatakan keseluruhan itu sekaligus.

0 komentar:

Posting Komentar