1. Aliran Realisme ialah aliran yang
mengemukakan kenyataan. Aliran realisme bersifat objektif. Dalam hal
ini, pengarang melukiskan dunia kenyataan apa adanya. Segala-galanya
digambarkan seperti apa yang tampak, tak kurang tak lebih. Rasa simpati
dan antipati pengarang terhadap obek yang dilukiskannya tidak disertakan
dalam karangan ini.
2. Aliran Ekspresionisme, adalah
aliran yang melukiskan hal yang bergejolak dalam jiwa pengarang.
Pengarang ekspresionisme menyatakan perasaan cinta, benci, rasa
kemanusiaan, dan rasa ketuhanannya yang tersimpan di dalam dada. Bagi
pengarang ekspresionisme, alam hanyalah alat untuk menyatakan
pengertian yang lebih tentang manusia yang hidup. Seniman
ekspresionistis mengeluarkan rasa yang menyesak padat di dalam kalbunya
dengan tak memerlukan rangsangan dari luar. Sifat lukisannya subyektif.
Pernyataan jiwa sendiri ini terutama dinyatakan dengan bentuk puisi
karena puisi adalah alat utama pujangga sastra untuk melukiskan
perasaannya. Sajak-sajak Chairil Anwar kebanyakan ekspresionistik
sifatnya.
3. Aliran Naturalisme adalah aliran
yang melukiskan keadaan yang sebenarnya, sering cenderung kepada lukisan
yang buruk, karena ingin memberikan gambaran nyata tentang kebenaran.
Untuk melukiskan kejelekan masyarakat, pengarang naturalis tidak
segan-segan melukiskan kemesuman. Emelia Zola seorang pengarang
naturalis Perancis yang paling besar di zamannya. Sering lukisannya
dianggap melampaui batas kesopanan sehingga seolah-olah tidak ada lagi
batas-batas ukuran susila dan ketuhanan padanya.
4. Aliran Determinisme ialah cabang
aliran naturalisme, bisa diartikan ‘paksaan nasib’. Tetapi bukan nasib
yang ditentukan oleh keadaan masyarakat sekitar seperti kemiskinan,
penyakit, penyakit keturunan, kesukaran akibat peperangan, dan
sebagainya. Yang menjadi persoalan dalam karangan-karangan aliran ini
ialah penderitaan seseorang: jahatkah, melaratkah, menderita karena
penyakit keturunan, bukan karena Tuhan sudah menakdirkan dia harus hidup
demikian, melainkan sebagai akibat masyarakat yang bobrok. Masyarakat
yang bobroklah yang melahirkan manusia-manusia seperti itu. Cara
pengarang melukiskan cerita juga naturalistic.
5. Aliran Impresionisme adalah aliran
yang melukiskan kembali kesan atas sesuatu yang dilihatnya. Kesan itu
biasanya kesan sepintas lalu. Pengarang tidak akan melukiskannya sampai
mendetail, sampai kepada yang sekecil-kecilnya seperti dalam aliran
realisme atau naturalisme.
6. Aliran romantic adalah aliran yang
mengutamakan rasa. Pengarang romantis mengandalkan daya hayal.
Lukisannya indah membawa pembaca ke alam mimpi. Yang dilukiskannya
mungkin saja terjadi, tetapi semua dilukiskan dengan mengutamakan
keharuan rasa para pembaca. Bila seseorang berada dalam keadaan gembira,
maka suasana sekitarnya harus pula memperlihatkan suasana yang serba
gembira, hidup, berseri-seri. Demikian juga sebaliknya. Kata-katanya
pilihan dengan perbandingan-perbandingan yang muluk-muluk. Aliran
romantic terbagi pula atas aktif romantic dan pasif romantic. Dinamakan
aktif romantic apabila lukisannya menimbulkan semangat untuk berjuang,
mendorong keinginan untuk maju. Dinamakan pasif romantic, apabila
lukisannya berkhayal-khayal, bersedih-sedih, melemahkan semangat
perjuangan.
7. Aliran Idealisme ialah aliran
romantic yang didasarkan pada ide pengarang semata-mata. Pengarang
memandang ke masa yang dapat memberikan bahagia kepadanya atau kepada
nusa dan bangsanya. Seolah-olah pengarang seorang juru ramal yang merasa
bahwa ramalannya (fantasinya) pasti atau sekurang-kurangnya mungkin
terjadi.
8. Aliran Mistisisme adalah aliran
dalam sastra yang bernapaskan rasa ketuhanan. Pengarang selalu mencari
dan mendekatkan dirinya kepada Zat Yang Mahatinggi. Aliran ini
melahirkan ciptaan yang didasarkan pada ketuhanan, pada filsafat, dan
alam gaib. Contohnya dapat dilihat pada karangan-karangan Hamzah Fansuri
(pujangga lama), Amir Hamzah (Pujangga baru), Taslim Ali (Angkatan 45).
9. Aliran surealisme adalah aliran
sastra yang melukiskan realitas bercampur angan-angan. Di dalamnya ada
pernyataan jiwa, pemasakan dalam jiwa. Kalau dalam film semua hal
(gerak-gerik, suara, musik, pemandangan) dapat dinyatakan serentak, maka
di dalam tulisan, hal-hal seperti itu harus dinyatakan satu demi satu.
Itu sebabnya, lukisan tampak melompat-lompat dari yang satu kepada yang
lain, justru untuk menyatakan keseluruhan itu sekaligus.
0 komentar:
Posting Komentar