Minggu, 12 Agustus 2012

fonologi


KATA PENGANTAR

       Puji syukur alhamdulillah senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-NYA,sehingga kani dapat menyelesaikan MAKALAH bahasa ini dengan ketidak sempurnaan sebagai pelajaran bagi kami.
         Upaya kami ini bagai setetes air di tengah samudra,namun kami selalu berharap pada taman-teman mampu menyukseskan tujuan pembuatan makalah kami demi kesempurnaanya dan bahasa komonitif dan gaul sehingga mudah di pahami oleh teman-teman.
         Kami sudah berusaha untuk menyajikan yang terbaik dalam MAKALAH kami.Nmaun,sebagaimana pepatah mengatakan tiada tanpa retak,masih banyak kekurangsempurnaan dalam MAKALAH ini.Untuk itu, segala bentuk kritikan dan saran yang tulus ikhlas dari Guru kami dan teman-teman demi kesempurnaan MAKALAH ini.







                                                                      


                                                                         

                                                                             Penyusun

                                                                                                                                              
Daftar Isi

Halaman judul.................................................................................................. 1
Kata pengantar................................................................................................. 2
Daftar isi........................................................................................................... 3
Bab I Pendahuluan........................................................................................... 4
1.1  Latar belakang
1.2  Rumusan masalah
1.3  Tujuan
Bab II pembahasan........................................................................................... 5
2.1 Pembahasan fonologi
2.2 kedudukan fonologi dalam bidang linguistik............................................. 6
2.3 manfaat fonologi dalam penyusunan ejaan bahasa .................................... 7
Bab III penutup................................................................................................ 8
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran








Bab I
Pendahuluan

1.1              Latar Belakang
Sebagai mahasiswa jurusan bahasa indonesia sangatlah penting untuk mengetahui entang fonologi karna didalamnya membahas sebagian isi dri ilmu bahasa adalah bunyi, bagaimana memproduksi bunyi yang baik dalam pengucapan bahkan bagaimana bunyi itu di bentuk sehingga perlu kita pelajari seksama.

2.1        Rumusan Masalah
2.1.1        Pembahasan fonologi
2.1.2        manfaat fonologi dalam penyusunan ejaan bahasa
2.1.3        kedudukan fonologi dalam bidang linguistik

3.1        Tujuan
3.1.1        Mengetahui pengertian tentang fonologi
3.1.2        Mengetahui ruang lingkup fonologi
3.1.3        Memberikan pengetahuan yang lebih dalam materi fonologi tentang proses timbulnya bunyi.











Bab II
Pembahasan

2.1.1 Fonologi  Dan Bidang Pembahasannya 

Bahwa bahasa adalah system bunyi ujar sudah disadari oleh para linguistik. Oleh Karena itu, objek utama kajian linguistic adalah bahasa lisan, yaitu bahasa dalam bentuk bunyi ujar. Kalau toh dalam praktik berbahasa dijumpai ragam bahasa tulis, dianggap sebagai bahasa sekunder, yaitu “rekaman” dari bahasa lisan. Oleh Karena itu, bahasa tulis bukan menjadi sasaran utama kajian linguistik.
Konsekuensi logis dari angggapan-bahkan keyakinan-ini adalah dasar analisis cabang-cabang linguistik apa pun (fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, leksikologi, dan lainnya) berkiblat pada korpus data yang bersumber dari bahasa lisan, walaupun yang dikaji sesuai dengan kosentrasinya masing-masing. Misalnya, fonologi berkosentrasi pada persoalan bunyi, morfologi pada persoalan struktur internal kata, sintaksis pada persoalan susunan kata Dan kalimat, semantik pada persolan makna kata, Dan leksikologi pada persoalan perbendaharaan kata.

            Dari sini dapat kita pahami bahwa material bahasa adalah bunyi-bunyi ujar. Kajian mendalam tentang bunyi-bunyi ujar diselediki oleh cabang linguistik yang disebut fonologi. Oleh fonologi, bunyi-bunyi ujar ini dapat dipelajari dengan dua sudut panjang.
Pertama, bunyi-bunyi ujar dipandang sebagai media bahasa semata, tak ubahnya seperti benda atau zat. Dengan demikian, bunyi-bunyi dianggap sebagai bahan mentah, bagaikan batu, pasir, semen sebagai bahan mentah bangunan rumah. Fonologi yang memandang bunyi-bunyi ujar demikian lazim disebut fonotik
Kedua, bunyi-bunyi ujar dipandang sebagai bagian dari sistem bahasa. Bunyi-bunyi ujar merupakan unsur-unsur bahasa terkecil yang merupakan bagian dari struktur kata Dan yang sekaligus berfungsi untuk membedakan makna. Fonologi yang memandang bunyi-bunyi ujar itu sebagai bagian dari sistem bahasa lazim disebut fonemik
Dari dua sudut pandang tentang bunyi ujar tersebut dapat disimpulkan bahwa fonologi mempunyai dua cabang kajian, yaitu (1) fonetik, dan (2) fonemik. Secara lebih rinci, kedua cabang kajian fonologi ini diuraikan pada bab-bab berikutnya.






           


2.1.2  Kedudukan Fonologi Dalam Cabang-Cabang Linguistik

            Sebagai bidang yang berkosentrasi dalam diskripsi Dan analisis bunyi-bunyi ujar, hasil kerja fonologi berguna bahkan sering dimanfaatkan oleh cabang-cabang linguistic yang lain, baik linguistic teoritis maupun terapan. Misalnya morfologi, sintaksis, simantik, leksikologi, dialektologi, pengajaran bahasa, dan psikolinguistik. Apalagi, korpus data yang menjadi sasaran analisisnya adalah bahasa lisan.
Bidang morfologi, yang kosentrasi analisisnya pada tataran struktur internal kata (mulai dari perilaku kata, proses pembentukan kata, sampai dengan nosi yang timbul akibat pembentukan kata) sering memanfaatkan hasil studi fonologi. Ketika ingin menjelaskan, mengapa morfem dasar {pukul} diucapkan secara bervariasi antara [pukUl] Dan [pUkUl], serta diucapkan [pukulan] setelah mendapatkan proses morfologis dengan penambahan morfem sufiks {-an}, praktis “minta bantuan” hasil studi morfologi. Begitu juga, mengapa morfem prefix {m ə N-} ketika bergabung dengan morfem dasar {baca}, {daki}, {garap}, {jerit} menjadi [məmbaca]. [məndaki], [məηgarap’], dan [məηjərit], dan ketika bergabung dengan morfem dasar {pacu}, {tari}, {kuras}, {sayat} menjadi [məmacu], [mənari], [məηguras], [məňyayat]? Jawabannya juga memanfaatkan hasil studi fonologi.

            Bidang sintaksis, yang konsentrasi analisisnya pada tataran kalimat ketika berhadapan dengan kalimat Kamu di sini. (kalimat berita), Kamu di sini? (kalimat tanya), dan Kamu di sini! (kalimat seru/perintah) yang ketiganya mempunyai maksud yang berbeda, padahal masing-masing terdiri atas tiga kata yang sama, bisa dijelaskan dengan memanfaatkan hasil analisis fonologi, yaitu tentang intonasi. Begitu juga, persoalan jeda dan tekanan pada kalimat, yang ternyata bisa membedakan maksud kalimat, terutama dalam bahasa Indonesia.
Bidang semantik, yang berkonsentrasi pada persoalan makna kata pun tidak jarang memanfaatkan hasil telaah fonologi. Kapan sebuah kata bisa divariasikan ucapannya, dan kapan tidak. Mengapa kata tahu dan teras kalau diucapkan secara bervasiasi [tahu], [tau], [teras], dan [təras] akan bermakna lain, sedangkan kata duduk dan bidik ketika di ucapkan secara bervariasi [dudU?], [dUdU?], [bidī?], [bīdī?] tidak membedakan makna? hasil analisis fonologisnya yang bisa membantunya.

            Bidang leksikologi, juga leksikografi yang berkontrasi pada persoalan perbendaharaan kata suatu bahasa baik dalam rangka penyusunan kamus maupun tidak sering memanfaatkan hasil kajian fonologi. Cara-cara pengucapan suatu pengucapan yang khas dan variasi pengucapannya hanya bisa di deskripsikan secara cermat lewat transkripsi fonetis.
Bidang alektologi, yang bermaksud memetahkan wilayah pemakaian dialek atau variasi bahasa tertentu yang sering memanfaatkan hasil kajian fonologi, terutama variasi-variasi ucapan pemakai bahasa, baik secara sosial maupun geografi, variasi-variasi uacapan hanya bisa dijelaskan dengan tepat kalau memanfaatkan hasil analisis fonologi.




            2.1.3  Manfaat fonologi dalam penyusunan ejaan bahasa
Ejaan adalah peraturan penggambaran atau pelambang bunyi ujar suatu bahasa. Karena bunyi ujar ada dua unsur, yaitu segmental dan suprasegmental, maka ejaanpun menggambarkan atau melambangkan kedua unsur bunyi ujar tersebut. Perlambangan unsur segmental ini ujar tidak hanya bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujar dalam bentuk tulisan atau huruf tetapi juga bagaimana menuliskan bunyi-bunyi ujar dalam bentuk kata, frase, dan kalimat, bagaimana memenggal suku kata, bagaimana menuliskan singkatan, nama orang, lambing-lambang teknis keilmuan dan sebagainya. Perlambangan unsur suprasegmental bunyi ujar menyangkut bagaimana melambangkan tekanana, nada, durasi, jeda, dan intonasi. Perlambangan unsure suprasegmental ini dikenal dengan istilah tanda baca atau pugntuasi.

Tata cara penulisan bunyi ujar (baik segmental maupun suprasegmental) ini bisa memanfaatkan hasil kajian fomologi terutama hasil kajian fonomik terhadap bahasa yang bersangkutan.
Sebagai contoh ejaan bahasa Indonesia yang selama ini telah diterapkan dalam penulisan memanfaatkan hasil studi fonologi bahasa Indonesia, terutama yang berkaitan dengan pelambang fonem. Oleh karena itu, ejaan bahasa Indonesia dikenal dengan istilah ejan donemis.

            Terkait dengan pemberlakuan ejaan bahasa Indonesia, ada usulan dari beberapa kalangan yang menarik untuk diperhatikan yaitu ucapan bahasa Indonesia hendaknya disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia. Dilihat dari pengkajian fonetik, usulan itu sangat lemah dan tidak berdasarkan karena selain menyalahi kodrat bahasa juga bertentangan dengan kealamian bahasa. Mengapa demikian?
 - Kita tau bahwa ejaan tumbuh beratus-ratus tahun bahkan beribu-ribu tahun setelah      bahasa lisan ada. Bahasa lisan tumbuh dan berkembang dan sendirinya tanpa ejaan. Ejaan diciptakan melambangkan bunyi bahasa bukan sebaliknya. Jadi, tidak ada alasan kuat bahwa bahasa (bahasa lisan, pen) harus mengikuti tunduk pada ejaan. (bahasa tulis, pen)
 - Bahasa manapun selalu berubah termasuk mahasa Indonesia. Satu system ejaan sesuai dengan bahasa yang dilambangkan pada waktu ejaan itu diciptakan. Oleh karena itu, ejaanlah yang harus disesuikan terus menerus seiring dengan perkembangan atau perubahan pada bahasa yang dilambangkan, bukan sebaliknya.












Bab III            Penutup


3.1.1 kesimpulan
Dalam uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah system bunyi ujar sudah disadari oleh para linguistik. Oleh Karena itu, objek utama kajian linguistic adalah bahasa lisan, yaitu bahasa dalam bentuk bunyi ujar. Kalau toh dalam praktik berbahasa dijumpai ragam bahasa tulis, dianggap sebagai bahasa sekunder, yaitu “rekaman” dari bahasa lisan. Oleh Karena itu, bahasa tulis bukan menjadi sasaran utama kajian linguistik.

hasil kerja fonologi berguna bahkan sering dimanfaatkan oleh cabang-cabang linguistic yang lain, baik linguistic teoritis maupun terapan. Misalnya morfologi, sintaksis, simantik, leksikologi, dialektologi, pengajaran bahasa, dan psikolinguistik. Apalagi, korpus data yang menjadi sasaran analisisnya adalah bahasa lisan.

            Ejaan adalah peraturan penggambaran atau pelambang bunyi ujar suatu bahasa. Karena bunyi ujar ada dua unsur, yaitu segmental dan suprasegmental, maka ejaanpun menggambarkan atau melambangkan kedua unsur bunyi ujar tersebut.
           
            3.1.2 Saran
Jika ada kesalahan penulisan atau makna yang salah dalam makalah ini, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat mendidik menjadi lebih baik.